Al-Baqarah Ayat 11-20

Menyelami Keindahan Al-Baqarah Ayat 11-20: Pesan Moral dan Spiritual

Surah Al-Baqarah, surah terpanjang dalam Al-Qur'an, menyimpan kekayaan makna yang tak terhingga. Di antara ayat-ayatnya yang mendalam, rentang ayat 11 hingga 20 menawarkan pelajaran berharga mengenai sifat manusia, konsekuensi dari tindakan, serta ajaran tentang menjaga keharmonisan dan kebenaran. Memahami terjemahan dan bacaan latin dari ayat-ayat ini dapat membantu kita merenungkan pesan-pesan ilahi yang relevan hingga kini.

Ayat-ayat awal surah ini sering kali membahas tentang orang-orang munafik dan perbedaan mereka dengan orang-orang beriman. Perenungan terhadap ayat 11 hingga 20 ini akan membuka pemahaman kita tentang bagaimana Allah SWT menggambarkan karakter-karakter tersebut dan dampaknya bagi diri sendiri maupun masyarakat. Berikut adalah bacaan latin dan terjemahan dari Al-Baqarah ayat 11-20, beserta sedikit ulasan maknanya.

Ayat 11 Wa idza qīla lahum lā tufsidū fil-arḍi qālū innama nahnu muṣliḥūn

Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi!" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami hanyalah orang-orang yang melakukan perbaikan."

Ayat ini menyoroti perilaku orang-orang munafik yang sering kali menyalahartikan kerusakan sebagai perbaikan. Mereka menciptakan kekacauan di bumi dengan berbagai cara, namun memiliki dalih bahwa tindakan mereka justru membawa kebaikan. Ini mengingatkan kita untuk senantiasa mengoreksi niat dan tindakan kita agar tidak terjerumus dalam kesesatan semacam ini.

Ayat 12 Alā innahum humul-mufsidūna wa lākil lā yasy'urūn

Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang yang berbuat kerusakan, tetapi mereka tidak menyadari.

Penegasan dari ayat sebelumnya, ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa mereka adalah perusak, namun kebodohan dan kesombongan menghalangi mereka untuk menyadari kesalahan fatal mereka. Ketidaksadaran ini menjadi salah satu ciri khas mereka yang merugikan diri sendiri dan orang lain.

Ayat 13 Wa idza qīla lahum āminū kamā āmanan-nāsu qālū an'umintu kamā āmanas-sufahā'u alā innahum humus-sufahā'u wa lākil lā ya'lamūn

Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman!" Mereka menjawab, "Apakah kami akan beriman sebagaimana orang-orang yang bodoh telah beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak mengetahui.

Di sini, Allah menggambarkan keengganan mereka untuk beriman seperti orang beriman lainnya. Mereka memandang rendah orang-orang beriman, menyebut mereka bodoh, padahal sejatinya merekalah yang paling bodoh karena menolak kebenaran yang jelas. Pengetahuan yang sesungguhnya tidak hanya sebatas intelektual, tetapi juga pemahaman spiritual.

Ayat 14 Wa idza laqūl-ladhīna āmanū qālū āmannā wa idzā khalaw ilā syayāṭīnihim qālū innā ma'akum innama nahnu mustahzi'ūn

Dan apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami telah beriman." Tetapi apabila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka berkata, "Sesungguhnya kami bersama kamu, sesungguhnya kami hanya memperolok-olok."

Ayat ini mengungkap sifat ganda kaum munafik. Di hadapan orang beriman, mereka menunjukkan keislaman, namun di belakang, mereka kembali ke kelompok yang menyesatkan, menganggap remeh iman orang lain. Sikap plin-plan ini menunjukkan ketidakjujuran dan kekosongan hati mereka.

Ayat 15 Allāhu yastahzi'u bihim wa yamudduhum fī ṭugyānihim ya'mahūn

Allahlah yang memperolok-olok mereka dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam kesesatan mereka.

Sebagai balasan atas olok-olok mereka, Allah SWT akan memperolok-olok mereka di dunia dan akhirat. Allah memberikan kesempatan bagi mereka untuk terus dalam kesesatan, namun balasan dari tindakan mereka pasti akan datang. Ini adalah peringatan keras bagi siapa pun yang bermain-main dengan agama dan kebenaran.

Ayat 16 Ulā'ikal-ladhīnal-ushtarawuḍ-ḍalālata bil-hudā famā robiḥat tijāratuhum wa mā kānū muhtadīn

Merekalah yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapatkan petunjuk.

Ayat ini menggunakan metafora perdagangan. Mereka menukar petunjuk yang berharga dengan kesesatan yang merugi. Keuntungan yang mereka harapkan dari kebohongan dan kemunafikan justru berujung pada kerugian besar, yaitu kehilangan arah dan petunjuk ilahi.

Ayat 17 Maṡaluhum kamā ṡalāl-ladhīs-tawqada nāran falammā adā'at mā ḥaulahū dhahaballāhu bi-nūrihim wa tarakakum fī ẓulumātil-lā yubṣirūn

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka ketika api itu menerangi sekelilingnya, Allah melenyapkan cahaya (yang menerangi) mereka dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.

Perumpamaan ini menggambarkan kondisi orang munafik yang hanya merasakan manfaat sementara dari dunia yang terang. Namun, ketika cahaya (iman dan kebenaran) itu lenyap, mereka akan tersesat dalam kegelapan, tidak mampu melihat jalan yang benar. Kebenaran akan selalu tersingkap pada waktunya.

Ayat 18 Ṣummumbukum kumyun ʿumyun fahum lā yarjiʿūn

Mereka tuli, bisu, dan buta, maka mereka tidak dapat kembali.

Kondisi mereka digambarkan lebih parah lagi: tuli, bisu, dan buta. Ini berarti mereka tidak bisa mendengar kebenaran, tidak bisa menyuarakannya, dan tidak bisa melihat jalan kembali. Keadaan ini menunjukkan betapa terputusnya mereka dari petunjuk ilahi.

Ayat 19 Aw ka-maṭurir-miṣ-miṣāluhū minas-samā'i fīhi ẓulumātun wa ra'dun wa barqun yajʿalūna aṣābiʿahum fī ādhānihim minas-ṣawāʿiqi ḥadhāral-maut wallāhu muḥīṭum bil-kāfirīn

Atau seperti (keadaan) orang yang ditimpa hujan lebat dari langit, yang disertai gelap gulita, guruh, dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, karena takut akan suara petir, sedang Allah melipu­ti orang-orang yang kafir.

Ayat ini memberikan perumpamaan lain yang menggambarkan kondisi mereka yang diliputi ketakutan luar biasa terhadap fenomena alam yang dahsyat. Namun, di balik ketakutan itu, mereka tetap berada dalam kekafiran. Allah menegaskan bahwa Dia Maha Meliputi orang-orang kafir, artinya tidak ada tempat bagi mereka untuk lari dari siksaan-Nya.

Ayat 20 Yakādul-barqu yakhṭafu abṣārahum kullamā adā'a lahum masyaw fīhi wa idzā aẓlama ʿalayhim qāmū wa law syā'allāhu ladzahaba bi-sam'ihim wa abṣārihim innallāha ʿalā kulli syai'in qadīr

Kilat itu hampir saja menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawahnya, dan apabila gelap datang menimpa mereka, mereka berhenti. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Ayat penutup rentang ini melanjutkan perumpamaan sebelumnya, menggambarkan bagaimana kilat (petunjuk atau kebenaran) hanya memberikan penerangan sesaat, namun kegelapan (keraguan atau kesesatan) membuat mereka kembali berhenti. Mereka hanya bergerak ketika ada "terang" sesaat, namun tidak memiliki kemampuan untuk bergerak maju dengan mantap dalam kebenaran. Ketergantungan mereka pada kondisi eksternal ini menunjukkan kelemahan iman mereka. Keseluruhan ayat-ayat ini memberikan gambaran yang sangat jelas tentang bahaya kemunafikan, kesesatan, dan penolakan terhadap kebenaran.

Merangkum Al-Baqarah ayat 11-20, kita diajak untuk senantiasa introspeksi diri, menjaga kejujuran dalam perkataan dan perbuatan, serta menjauhi sifat-sifat tercela yang dapat menjerumuskan kita pada kerugian dunia dan akhirat. Mempelajari ayat-ayat ini adalah langkah awal untuk mendekatkan diri pada pemahaman yang lebih dalam tentang ajaran Islam dan bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

🏠 Homepage