Dalam lautan hikmah Al-Qur'an, terdapat ayat-ayat yang memiliki kedalaman makna luar biasa, memberikan pencerahan bagi akal dan ketenangan bagi jiwa. Salah satu ayat yang memuat pengakuan mendasar tentang keesaan Tuhan adalah Surah Al-Baqarah ayat 32. Ayat ini sering dikutip untuk menegaskan fondasi keyakinan dalam Islam, yaitu Tauhid. Mari kita selami lebih dalam makna tersirat dan tersurat dari ayat ini, dengan merujuk pada bacaan latinnya agar lebih mudah diakses.
Ayat Al-Baqarah ayat 32 secara ringkas berbicara tentang dialog antara malaikat dan Nabi Adam AS, di mana manusia melalui Adam diajarkan nama-nama segala sesuatu. Ini adalah momen krusial yang menyoroti keunggulan manusia dalam kemampuan kognitif dan pemahaman, yang diberikan langsung oleh Allah SWT.
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Subḥānakā lā ʿilma lanā illā mā ʿallamtanā, innaka anta al-ʿAlīmu al-Ḥakīm.
"Mahasuci Engkau, tidak ada pengetahuan bagi kami kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana."
Dalam ayat ini, para malaikat mengakui kelemahan mereka di hadapan Allah SWT. Ketika Allah menantang mereka untuk menyebutkan nama-nama semua benda, mereka tidak mampu melakukannya. Baru setelah Allah mengajarkan nama-nama itu kepada Adam, Adam mampu menjawab tantangan tersebut, sehingga membuktikan keunggulan dan kemuliaan derajat Adam di sisi-Nya. Pengakuan malaikat ini bukan sekadar pernyataan ketidakmampuan, melainkan sebuah bentuk pengakuan keagungan Allah sebagai sumber segala ilmu dan kebijaksanaan.
Kalimat "Subḥānakā" mengandung makna pensucian. Para malaikat menyucikan Allah dari segala kekurangan dan ketidakmampuan. Mereka menegaskan bahwa segala kebesaran dan kesempurnaan hanya milik-Nya. Ini adalah penegasan Tauhid yang paling mendasar: hanya Allah yang patut disucikan, disembah, dan diakui sebagai sumber segala sesuatu.
Selanjutnya, ungkapan "lā ʿilma lanā illā mā ʿallamtanā" adalah inti dari pengakuan mereka. Ini berarti, "Kami tidak memiliki pengetahuan apa pun kecuali apa yang Engkau ajarkan kepada kami." Pernyataan ini sangatlah krusial. Ia menunjukkan bahwa segala ilmu yang dimiliki, baik oleh malaikat maupun manusia, sejatinya adalah anugerah dan ciptaan dari Allah SWT. Tidak ada pengetahuan yang muncul dengan sendirinya atau berasal dari selain-Nya. Ini menegaskan kembali keesaan Allah sebagai Al-'Alim (Yang Maha Mengetahui) dan Al-Hakim (Yang Mahabijaksana). Allah mengetahui segala sesuatu, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, dan segala keputusan serta ketetapan-Nya dilandasi kebijaksanaan yang sempurna.
Momen pengajaran nama-nama ini juga menjadi bukti bagaimana Islam memandang ilmu pengetahuan. Ilmu bukan hanya sekadar akumulasi informasi, melainkan sebuah amanah yang berasal dari Tuhan. Oleh karena itu, pencarian ilmu harus dilandasi niat yang lurus, mencari keridhaan Allah, dan menggunakannya untuk kebaikan serta kemaslahatan umat manusia. Kesadaran bahwa ilmu berasal dari Allah akan menumbuhkan rasa rendah hati dan tanggung jawab untuk mengamalkannya dengan bijak.
Dalam konteks modern, Al-Baqarah ayat 32 ini menjadi pengingat bagi kita untuk senantiasa mengaitkan setiap pencapaian, inovasi, dan kemajuan teknologi dengan Sang Pencipta. Sebaik apapun penemuan manusia, ia tetaplah merupakan hasil dari kemampuan yang dianugerahkan oleh Allah. Memisahkan ilmu dari Tuhannya adalah sebuah kekeliruan fatal yang bisa mengarah pada kesombongan dan penggunaan ilmu yang destruktif.
Dengan memahami Al Baqarah ayat 32 latin beserta tafsirnya, kita diajak untuk terus merenungkan kebesaran Allah, mengakui keterbatasan diri, dan menjadikan ilmu sebagai sarana untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Ini adalah pondasi keimanan yang kokoh, yang menjadikan hidup kita bermakna dan terarah sesuai kehendak Ilahi.