Surah Al-Baqarah, sebagai surah terpanjang dalam Al-Qur'an, memuat berbagai kisah, hukum, dan petunjuk ilahi yang mendalam. Di antara rangkaian ayat-ayatnya, bagian 80 hingga 100 menyajikan narasi penting mengenai interaksi Allah dengan Bani Israil, janji-janji-Nya, serta ujian yang mereka hadapi. Memahami ayat-ayat ini memberikan perspektif berharga tentang kesabaran, keimanan, dan konsekuensi dari penolakan terhadap kebenaran.
Ayat-ayat awal dalam rentang ini, dimulai dari ayat 80, mengisahkan percakapan antara kaum Yahudi Madinah dengan Nabi Muhammad SAW. Mereka mengklaim bahwa mereka tidak akan disentuh api neraka kecuali beberapa hari yang ditentukan. Pernyataan ini adalah bentuk kesombongan dan penolakan mereka terhadap kebenaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad, serta pemahaman yang menyimpang tentang rahmat Allah.
إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱشۡتَرَوُاْ ٱلۡكُفۡرَ بِٱلۡإِيمَٰنِ لَن يَضُرَّهُمُ ٱللَّهُ شَيۡـًٔاۗ وَلَهُمۡ عَذَابٌ أَلِيمٌ
(Surah Al-Baqarah, Ayat 117 - sebagai contoh relevansi dengan penolakan)
Sesungguhnya orang-orang yang membeli kekafiran dengan iman, tidaklah mereka dapat memberi mudharat sedikitpun kepada Allah, dan bagi mereka siksa yang amat pedih.
Allah SWT melalui ayat-ayat tersebut mengingatkan bahwa siapa pun yang memilih kekufuran daripada keimanan tidak akan dapat membahayakan-Nya, dan bagi mereka siksa pedih menanti. Ini adalah penegasan bahwa keselamatan tidak bisa didapatkan hanya dengan klaim atau keturunan, melainkan dengan keimanan yang tulus dan kepatuhan kepada ajaran-Nya.
Selanjutnya, ayat-ayat ini menyoroti sikap Bani Israil yang seringkali ingkar janji dan keras kepala. Mereka pernah berjanji kepada Allah untuk selalu taat, namun kemudian melanggarnya. Allah memberikan karunia dan nikmat kepada mereka, namun bukannya bersyukur, mereka justru melakukan kedurhakaan. Peristiwa ini menjadi pelajaran penting bagi umat Islam untuk senantiasa menjaga perjanjian dengan Allah, mensyukuri nikmat-Nya, dan tidak terjebak dalam kesombongan.
Di tengah ujian dan tantangan, Allah memerintahkan hamba-Nya untuk senantiasa memohon pertolongan melalui sabar dan shalat. Ayat 45 dan 46 dari Surah Al-Baqarah sangat relevan di sini, yang pada intinya menyatakan:
وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى ٱلۡخَٰشِعِينَ
(Surah Al-Baqarah, Ayat 45)
Dan jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.
Ayat ini menekankan dua pilar kekuatan spiritual: kesabaran dalam menghadapi cobaan dan ketaatan dalam menjalankan ibadah shalat. Keduanya adalah kunci untuk mendapatkan ketenangan hati dan pertolongan dari Allah SWT. Khusyuk dalam shalat menjadi syarat utama agar ibadah ini benar-benar memberikan manfaat spiritual yang mendalam.
Rentang ayat ini juga kembali mengingatkan kisah-kisah Nabi Musa AS bersama Bani Israil. Allah menunjukkan berbagai mukjizat, seperti terbelahnya lautan saat mereka dikejar Fir'aun, menurunkan manna dan salwa, serta memberikan air dari batu. Namun, respons Bani Israil seringkali tidak sesuai harapan. Mereka meminta hal-hal yang tidak perlu atau bahkan mengingkari mukjizat yang jelas terlihat.
Misalnya, dalam ayat 60, ketika Bani Israil kehausan, Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul batu dengan tongkatnya. Seketika itu, keluarlah dua belas mata air dari batu tersebut, sesuai dengan jumlah suku Bani Israil. Namun, bukannya bersyukur, mereka malah mengatakan bahwa mereka tidak mau lagi memakan makanan yang sama (manna dan salwa) dan meminta ditumbuhkan untuk mereka sayur-sayuran, bawang, dan lain-lain yang tumbuh di bumi Mesir. Sikap seperti ini menunjukkan ketidakpuasan dan ketidakmauan mereka untuk menerima karunia Allah dengan lapang dada.
وَإِذۡ قُلۡتُمۡ يَٰمُوسَىٰ لَن نُّؤۡمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى ٱللَّهَ جَهۡرَةً فَأَخَذَتۡكُمُ ٱلصَّٰعِقَةُ وَأَنتُمۡ تَنظُرُونَ
(Surah Al-Baqarah, Ayat 55)
Dan ingatlah ketika kamu berkata, "Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang." Lantaran itu kamu disambar halilintar, dan kamu melihatnya.
Permintaan melihat Allah secara langsung adalah manifestasi dari kekerasan hati dan ketidakpercayaan mereka yang mendalam. Akibatnya, mereka disambar petir sebagai hukuman atas permintaan yang tidak berdasar tersebut. Pelajaran dari kisah ini adalah bahwa keimanan yang sejati tidak memerlukan pemaksaan untuk melihat hal yang gaib, melainkan keyakinan yang didasarkan pada dalil-dalil dan wahyu.
Ayat-ayat 80 hingga 100 Surah Al-Baqarah memberikan banyak pelajaran berharga. Kita diajak untuk senantiasa bersabar, memohon pertolongan Allah melalui shalat, mensyukuri nikmat-Nya, serta berhati-hati agar tidak tergelincir dalam kesombongan dan penolakan terhadap kebenaran. Kisah Bani Israil menjadi cermin agar kita tidak mengulangi kesalahan-kesalahan mereka. Dengan merenungi makna ayat-ayat ini, diharapkan keimanan kita semakin kokoh dan kita senantiasa berada dalam naungan rahmat dan petunjuk Allah SWT.
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari setiap ayat Al-Qur'an dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.