Surah Al-Fil (Surah ke-105) berfungsi sebagai pengingat akan kekuasaan Allah yang mutlak, yang mampu menghancurkan kesombongan dan kekuatan materi dengan cara yang tidak terduga. Surah ini diturunkan di Makkah dan merupakan bukti nyata bagi penduduk Makkah tentang pengawasan Ilahi atas Rumah Suci, Ka'bah.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Ayat 1: Bukankah kamu telah memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap pasukan bergajah?
اَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِاَصْحٰبِ الْفِيْلِۗ
Ayat pembuka ini menggunakan bentuk pertanyaan retoris, Alam tara (Bukankah kamu telah melihat/mengetahui?). Ini menegaskan bahwa peristiwa tersebut begitu terkenal dan baru saja terjadi dalam ingatan kolektif kaum Quraisy. Kata Ashabil Fil (pasukan bergajah) merujuk kepada pasukan Abrahah Al-Asyram, Gubernur Yaman yang berambisi menghancurkan Ka'bah agar seluruh bangsa Arab beralih fokus ibadah ke gereja besar yang ia bangun di San'a.
Dalam konteks linguistik, penggunaan kata RabbuKa (Tuhanmu) menghubungkan langsung perlindungan Ka'bah dengan Dzat yang menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad, menekankan bahwa Tuhan yang melindungi Makkah adalah Tuhan yang sama yang kini berbicara melalui Rasul-Nya.
Ayat 2: Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) sia-sia?
اَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِيْ تَضْلِيْلٍۙ
Kata kunci di sini adalah Kaydahum (tipu daya mereka) dan Tadhliil (sia-sia, tersesat). Tipu daya Abrahah adalah upaya militer yang terorganisir dan sangat kuat. Namun, Allah menjadikannya sia-sia, bahkan sebelum pasukan tersebut mencapai tujuannya. Tafsir kontemporer sering menyoroti bahwa Tadhliil mencerminkan kekacauan total dan ketidakmampuan pasukan gajah untuk maju, yang dimulai dari penolakan gajah utama, Mahmud, untuk bergerak menuju Ka'bah.
Ayat 3: Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong,
وَّاَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا اَبَابِيْلَۙ
Inilah puncak keajaiban. Allah mengirimkan Tayran Ababil (burung-burung yang berbondong-bondong atau berkelompok). Istilah Ababil bukan merujuk pada jenis burung tertentu, melainkan pada formasi mereka yang datang dari segala penjuru dalam jumlah yang sangat banyak. Ini menunjukkan intervensi supernatural yang total, menggunakan makhluk terkecil untuk mengalahkan kekuatan terbesar pada masanya.
Ayat 4: Yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah liat yang dibakar,
تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ مِّنْ سِجِّيْلٍۙ
Batu-batu yang dilemparkan disebut Hijaaratim min Sijjiil. Para mufasir memiliki beberapa pandangan tentang hakikat batu ini: batu dari neraka, batu yang sangat panas, atau batu yang keras seperti tanah liat yang dibakar (tembikar). Efeknya adalah kematian yang sangat cepat dan mengerikan, melarutkan tubuh mereka seolah-olah mereka terkena wabah atau penyakit yang menghancurkan.
Ayat 5: Lalu Dia menjadikan mereka seperti dedaunan yang dimakan (ulat).
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُوْلٍࣖ
Perumpamaan terakhir ini sangat visual: Ka'asfin Ma'kuul (seperti daun yang dimakan ulat/binatang). Ini menggambarkan kehancuran total. Tubuh mereka hancur, keropos, dan tercerai-berai, menunjukkan bahwa kekuatan materi apa pun, jika berhadapan dengan kehendak Ilahi, akan menjadi tidak berharga dan musnah. Surah ini menutup argumentasi bahwa Ka'bah adalah Rumah Suci yang dilindungi dan bahwa Quraisy tidak boleh sombong atas perlindungan tersebut.