Laylatul Qadr: Malam Kemuliaan yang Lebih Baik dari Seribu Bulan

Simbol Malam Laylatul Qadr Ilustrasi bulan sabit dan bintang yang memancarkan cahaya, melambangkan malam penuh berkah Laylatul Qadr.

Malam diturunkannya cahaya petunjuk dan ketetapan ilahi.

Pendahuluan: Misteri dan Kemuliaan Laylatul Qadr

Laylatul Qadr, atau Malam Kemuliaan, merupakan puncak spiritual dari bulan Ramadan yang diberkahi. Dalam kalender Islam, malam ini adalah persembahan terbesar dari Allah SWT kepada umat Nabi Muhammad SAW, sebuah kesempatan yang melampaui batas waktu dan logika biasa. Malam ini digambarkan secara eksplisit dalam Al-Qur'an sebagai malam yang lebih baik daripada seribu bulan (sekitar 83 tahun 4 bulan).

Konsep Laylatul Qadr bukan sekadar malam yang istimewa, melainkan sebuah gerbang waktu (portal spiritual) yang membuka kesempatan bagi seorang hamba untuk meraih pengampunan total dan meningkatkan derajatnya di sisi Allah. Ia adalah momen ketika takdir tahunan (ketetapan rezeki, hidup, dan mati) diperinci dan diturunkan, sekaligus menjadi malam bersejarah diturunkannya Al-Qur'an dari *Lauhul Mahfuzh* ke langit dunia.

Pencarian Laylatul Qadr adalah sebuah perjalanan iman yang intensif. Allah SWT merahasiakan tanggal pastinya, kecuali bahwa ia berada di salah satu dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. Rahasia ini bukan tanpa hikmah; ia memaksa setiap Muslim untuk beribadah dan berusaha keras secara konsisten, bukan hanya menunggu satu malam saja. Kesungguhan dalam mencari malam ini menjadi tolok ukur keikhlasan dan kerinduan seorang hamba kepada Rabb-nya.

Dasar Syariat: Tafsir Mendalam Surah Al-Qadr

Sumber utama pengetahuan kita mengenai Malam Kemuliaan ini terdapat dalam Surah Al-Qadr (Surah ke-97) dan Surah Ad-Dukhan (Surah ke-44), yang keduanya memberikan gambaran jelas mengenai keagungan dan fungsinya.

Analisis Ayat per Ayat Surah Al-Qadr

  1. Innaa anzalnaahu fii Laylatil Qadr (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada Malam Kemuliaan)

    Ayat pembuka ini menegaskan status monumental malam tersebut: ia adalah malam diturunkannya Al-Qur'an. Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ‘penurunan’ ini adalah penurunan Al-Qur'an secara keseluruhan, dari *Lauhul Mahfuzh* (Lembaran yang Terpelihara) ke *Baitul Izzah* (Rumah Kemuliaan) di langit dunia. Dari sana, Jibril AS kemudian menurunkannya secara bertahap kepada Nabi Muhammad SAW selama 23 tahun. Penurunan ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an adalah rahmat terbesar yang pernah diturunkan kepada manusia, dan Laylatul Qadr adalah waktu di mana rahmat ini secara resmi 'diaktifkan' bagi alam semesta.

  2. Wa maa adraaka maa Laylatul Qadr (Dan tahukah kamu apakah Malam Kemuliaan itu?)

    Ayat ini berfungsi untuk menarik perhatian dan menekankan keagungan malam tersebut. Pertanyaan retoris ini menyiratkan bahwa kemuliaan dan hakikat Laylatul Qadr begitu besar, sedemikian rupa sehingga akal manusia biasa tidak mampu memahaminya sepenuhnya tanpa petunjuk ilahi. Ini adalah indikasi bahwa nilai malam ini melebihi segala perhitungan materi atau duniawi.

  3. Laylatul Qadri khayrum min alfi shahr (Malam Kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan)

    Inilah inti janji ilahi. Seribu bulan sama dengan 83 tahun 4 bulan. Keutamaan amal ibadah yang dilakukan pada malam itu nilainya melampaui ibadah yang dilakukan selama lebih dari delapan puluh tahun kehidupan normal. Ini adalah kompensasi Allah bagi umat Nabi Muhammad SAW yang memiliki usia relatif pendek dibandingkan umat terdahulu. Pahala ini diberikan secara berlipat ganda, memungkinkan umat ini mengejar, bahkan melampaui, capaian spiritual umat-umat sebelum mereka.

    Kata “lebih baik” (khayrun) menunjukkan bahwa keutamaan malam itu bukan hanya setara, tetapi jauh melampaui batas waktu yang disebutkan. Ia bukan sekadar hitungan matematis, melainkan sebuah akumulasi berkah, rahmat, pengampunan, dan pahala yang tak terhingga.

  4. Tanazzalul malaa'ikatu war Ruuh (Pada malam itu turunlah para malaikat dan Ruh)

    Kata *Tanazzalul* (turun secara berulang-ulang atau bergelombang) mengindikasikan kepadatan luar biasa. Pada malam ini, para malaikat turun ke bumi dalam jumlah yang sangat banyak, memenuhi setiap ruang dan sudut. Mereka membawa rahmat dan kedamaian dari Allah. *Ar-Ruh* (Ruh) umumnya diinterpretasikan oleh mayoritas ulama tafsir sebagai Malaikat Jibril AS, yang memiliki kedudukan istimewa di antara para malaikat. Kehadiran mereka di bumi menandakan bahwa Allah sedang memberikan perhatian khusus kepada hamba-hamba-Nya yang sedang beribadah.

    Kepadatan malaikat pada malam itu digambarkan sedemikian rupa sehingga bumi menjadi sempit, menandakan kesucian dan energi spiritual yang tak tertandingi di malam tersebut. Tujuan turunnya mereka adalah untuk menyaksikan ibadah kaum mukmin, mengaminkan doa-doa mereka, dan memohonkan ampunan bagi mereka.

  5. Salaamun hiya hattaa matla’il fajr (Sejahtera (damai) malam itu hingga terbit fajar)

    Ayat penutup ini memberikan jaminan kedamaian yang menyeluruh. *Salaam* (sejahtera/damai) di sini memiliki makna ganda: Pertama, malam itu aman dari segala kejahatan, bencana, dan godaan setan. Kedua, malam itu membawa kedamaian spiritual, ketenangan hati, dan ampunan dosa bagi mereka yang bersungguh-sungguh beribadah. Kedamaian ini berlaku mulai dari terbenamnya matahari hingga fajar menyingsing, menandai keseluruhan periode Laylatul Qadr sebagai momen yang murni dari segala bentuk kemaksiatan dan dipenuhi cahaya ilahi.

Mengurai Makna Kata Al-Qadr

Istilah *Al-Qadr* sendiri mengandung tiga makna utama yang saling terkait, menunjukkan dimensi kemuliaan malam tersebut:

1. Qadr: Ketetapan dan Pengaturan (At-Taqdir)

Laylatul Qadr adalah malam penetapan takdir tahunan. Ibnu Abbas RA menjelaskan bahwa pada malam itu, Allah SWT merinci segala urusan yang akan terjadi pada tahun yang akan datang: rezeki, ajal, kelahiran, penyakit, dan segala ketetapan hidup lainnya. Para malaikat mencatat dan melaksanakan rincian takdir tersebut sesuai dengan kehendak Allah SWT yang telah ditetapkan sejak azali. Ini adalah malam di mana peta jalan kehidupan manusia di bumi dioperasionalkan secara detail.

Meskipun takdir azali sudah ditentukan, malam ini menjadi waktu di mana takdir tahunan (yang dapat berubah melalui doa yang tulus atau amal baik) ditetapkan secara final. Oleh karena itu, memperbanyak doa pada malam ini sangat dianjurkan, sebab ia adalah waktu yang paling dekat dengan penetapan keputusan ilahi.

2. Qadr: Kemuliaan dan Keagungan (Asy-Syaraf)

Malam ini dinamakan Malam Kemuliaan karena nilai dan kedudukannya yang sangat agung. Ibadah yang dilakukan, zikir yang diucapkan, dan air mata penyesalan yang diteteskan pada malam ini memiliki bobot yang sangat besar di hadapan Allah. Kemuliaan ini juga merujuk pada kemuliaan Al-Qur'an yang diturunkan, dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah tersebut.

3. Qadr: Kesempitan dan Kepadatan (Ad-Dhiiq)

Sebagian ulama menafsirkan *Qadr* sebagai kesempitan. Ini mengacu pada kepadatan yang luar biasa akibat turunnya malaikat ke bumi. Jumlah malaikat yang turun digambarkan sedemikian banyaknya sehingga bumi terasa sempit oleh mereka, yang menjadi saksi bagi para hamba yang sedang tekun beribadah. Kesempitan ini, ironisnya, merupakan tanda kelapangan rahmat Allah yang melimpah.

Mencari Waktu Datangnya: Hikmah di Balik Kerahasiaan

Nabi Muhammad SAW telah memberikan petunjuk jelas bahwa Laylatul Qadr berada di sepuluh malam terakhir bulan Ramadan. Beliau bersabda: "Carilah Laylatul Qadr di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan." (Hadis Muttafaqun Alaih).

Kandidat Malam yang Paling Kuat

Meskipun demikian, para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai malam yang paling mungkin menjadi Laylatul Qadr. Pendapat yang paling masyhur dan kuat, berdasarkan riwayat yang paling banyak, adalah malam-malam ganjil, yaitu:

  1. Malam ke-21
  2. Malam ke-23
  3. Malam ke-25
  4. Malam ke-27 (sering dianggap paling potensial oleh banyak ulama)
  5. Malam ke-29

Pendapat yang lebih menyeluruh menyarankan agar Muslim tidak terpaku pada satu malam saja, melainkan berusaha keras sepanjang sepuluh malam terakhir. Hal ini adalah kunci untuk memahami hikmah tersembunyi dari kerahasiaan tanggal Laylatul Qadr.

Hikmah Mengapa Tanggalnya Dirahasiakan

Allah SWT menyembunyikan tanggal pasti Laylatul Qadr dari hamba-hamba-Nya untuk beberapa alasan spiritual yang mendalam:

Amalan Utama di Sepuluh Malam Terakhir (Mengejar Qadr)

Mengingat besarnya keutamaan yang ditawarkan, Muslim dianjurkan untuk mengisi malam-malam ini dengan ibadah intensif. Semua amalan akan dilipatgandakan nilainya, namun terdapat beberapa praktik spesifik yang sangat diutamakan:

1. Menghidupkan Malam (Qiyamul Lail)

Menghidupkan malam berarti mengisi waktu antara Isya hingga Subuh dengan ibadah. Ini termasuk salat Tarawih/Qiyamul Lail yang panjang, salat Witir, dan salat sunnah lainnya. Nabi Muhammad SAW sendiri menjadikan sepuluh malam terakhir sebagai waktu ibadah paling intensif. Beliau biasa mengencangkan ikat pinggangnya (meninggalkan urusan dunia dan fokus pada ibadah), menghidupkan malam, dan membangunkan keluarganya.

Qiyamul Lail pada malam Qadr harus dilakukan dengan penuh kekhusyukan dan kesadaran bahwa setiap rakaat yang dilakukan bernilai ibadah puluhan tahun. Kualitas lebih diutamakan daripada kuantitas semata, meskipun perpanjangan berdiri, ruku, dan sujud sangat dianjurkan.

2. Membaca Al-Qur'an (Tilawah)

Laylatul Qadr adalah malam turunnya Al-Qur'an. Oleh karena itu, memperbanyak tilawah (membaca) dan tadabbur (merenungkan) maknanya adalah amalan yang sangat ditekankan. Tujuan dari tilawah pada malam ini adalah untuk menguatkan ikatan spiritual dengan kitab suci yang menjadi petunjuk hidup. Membaca Al-Qur'an hingga khatam (tamat) selama sepuluh malam terakhir adalah sebuah tradisi yang diusahakan oleh banyak salafus shalih.

3. Memperbanyak Doa Laylatul Qadr

Doa yang paling dianjurkan dan secara khusus diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada Aisyah RA adalah:

"Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni."

Artinya: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai pemaafan, maka maafkanlah aku."

Fokus doa ini adalah memohon ampunan (Al-Afu). Permintaan ampunan pada malam penetapan takdir ini adalah kunci utama. Jika seorang hamba diampuni pada Laylatul Qadr, maka ia telah meraih keberuntungan yang abadi di dunia dan akhirat.

4. I'tikaf: Mengasingkan Diri di Masjid

Hakikat I'tikaf

I'tikaf adalah praktik berdiam diri di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT. I'tikaf di sepuluh malam terakhir Ramadan adalah Sunnah Muakkadah (sangat ditekankan), yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi SAW hingga beliau wafat. I'tikaf adalah cara paling efektif untuk memastikan bahwa seseorang meraih Laylatul Qadr.

Tujuan utama I'tikaf adalah memutuskan hubungan sementara dengan urusan duniawi, membersihkan hati dari segala kesibukan, dan fokus sepenuhnya pada munajat kepada Sang Pencipta. Ini adalah bentuk 'retreat' spiritual yang dirancang untuk mencapai pencerahan dan kedekatan ilahi.

Detail Fiqih I'tikaf

Keutamaan I'tikaf selama sepuluh hari penuh sangat besar. Ini adalah investasi spiritual yang menjamin perhatian penuh seorang hamba terhadap kemungkinan datangnya Laylatul Qadr, menjadikan seluruh sepuluh malam itu sebagai ladang ibadah yang subur.

5. Memperbanyak Sedekah dan Kebaikan

Meskipun Laylatul Qadr adalah malam yang fokus pada ibadah individual, amal sosial tetap merupakan bagian integral dari pencapaian keberkahan. Sedekah yang dilakukan pada malam ini nilainya dilipatgandakan. Memberi makan orang yang berpuasa (terutama pada iftar dan sahur) di masjid adalah salah satu bentuk kebaikan yang sangat dianjurkan. Selain itu, memperbanyak silaturahmi, memaafkan kesalahan orang lain, dan berbuat ihsan (kebaikan) kepada sesama juga termasuk amalan yang mengundang rahmat Laylatul Qadr.

Tanda-tanda Fisik dan Spiritual Laylatul Qadr

Meskipun tanggalnya tersembunyi, Nabi Muhammad SAW memberikan beberapa petunjuk mengenai tanda-tanda yang dapat diamati, baik pada malam itu sendiri maupun pada pagi harinya.

Tanda-tanda pada Malam Hari

Tanda-tanda pada Pagi Hari (Matahari Terbit)

Tanda yang paling sering diriwayatkan dan diakui adalah ciri matahari pada pagi harinya:

Matahari terbit pada pagi harinya, ia tidak memiliki sinar yang menyengat (seperti piringan tanpa cahaya kuat). (Diriwayatkan oleh Muslim)

Para ulama menjelaskan bahwa kurangnya sinar yang menyengat ini disebabkan oleh banyaknya malaikat yang naik ke langit pada saat fajar. Cahaya mereka (para malaikat) menghalangi sinar matahari yang menyengat tersebut, sehingga matahari tampak putih bersih seperti piringan tanpa bayangan. Tanda ini merupakan konfirmasi fisik bahwa malam sebelumnya adalah Malam Kemuliaan.

Penting untuk diingat bahwa tanda-tanda ini bersifat *keterangan* dan bukan *syarat* untuk beramal. Seorang Muslim tidak boleh menunggu tanda-tanda ini muncul baru beribadah. Ibadah harus dilakukan secara konsisten sepanjang sepuluh malam, dan jika tanda-tanda ini terlihat, itu hanya menjadi bonus dan penguatan iman.

Fokus Spiritual: Lebih dari Sekadar Ritual

Mengejar Laylatul Qadr membutuhkan persiapan spiritual yang matang. Malam ini bukanlah tentang berapa banyak rakaat yang diselesaikan, tetapi tentang kualitas kehadiran hati (khushu') di hadapan Allah.

1. Penjernihan Niat (Tajdidun Niyyah)

Pastikan niat utama beribadah di sepuluh malam ini adalah murni karena Allah, semata-mata mencari keridhaan-Nya dan pengampunan dosa. Hindari riya' (pamer) atau mencari pengakuan manusia. Niat harus diperbarui setiap malam, mengingat setiap malam ganjil berpotensi menjadi Laylatul Qadr.

2. Taubat dan Istighfar yang Jujur

Laylatul Qadr adalah malam di mana takdir pengampunan diumumkan. Seorang hamba harus datang dengan hati yang hancur karena dosa, mengakui kesalahan, dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Memperbanyak istighfar (memohon ampunan) adalah kunci utama. Jika Allah mengampuni pada malam itu, maka seluruh catatan buruk setahun (atau lebih) dapat dihapuskan.

3. Evaluasi Diri (Muhasabah)

Gunakan waktu di sepuluh malam terakhir untuk refleksi diri yang mendalam (muhasabah). Tinjau kembali kekurangan dalam ketaatan, hak-hak orang lain yang mungkin terlanggar, dan janji-janji spiritual yang belum terpenuhi. Muhasabah adalah langkah awal menuju perbaikan diri yang abadi, menjadikan Laylatul Qadr sebagai titik balik kehidupan spiritual.

4. Meninggalkan Perdebatan dan Kesibukan Dunia

Salah satu ciri utama orang yang berhasil meraih Laylatul Qadr adalah mereka yang mampu melepaskan diri dari kesibukan duniawi. Ini bukan hanya tentang meninggalkan pekerjaan, tetapi juga meninggalkan gosip, perdebatan yang sia-sia, dan penggunaan gawai yang berlebihan. Jiwa harus fokus, dan pikiran harus jernih untuk dapat menangkap getaran spiritual yang dibawa oleh para malaikat.

Keberkahan dan Kontinuitas Laylatul Qadr

Pertanyaan yang sering muncul adalah: Apakah Laylatul Qadr hanya terjadi satu kali? Jawabannya adalah ya, ia hanya terjadi satu malam dalam setahun, tetapi keberkahannya memiliki dampak jangka panjang yang berkelanjutan. Keberkahan ini bersifat abadi, bukan sementara.

Laylatul Qadr dan Takdir

Penetapan takdir pada malam ini mencakup seluruh urusan tahun mendatang. Seorang Muslim yang meraih Laylatul Qadr dengan ibadah yang diterima akan mendapatkan ketetapan (Qadr) yang baik untuk dirinya. Doa-doanya akan selaras dengan ketetapan Allah, dan perjalanan hidupnya akan dihiasi kemudahan dan rahmat. Ini menunjukkan bahwa ibadah di malam itu memiliki konsekuensi nyata dalam kehidupan duniawi dan akhirat.

Ibadah Seribu Bulan

Nilai seribu bulan (83 tahun) yang dijanjikan bukan sekadar nilai akumulatif pahala, melainkan nilai spiritual dari pengampunan dan peninggian derajat. Jika seorang hamba meraih pengampunan total, maka ia seolah-olah memulai kembali kehidupannya dengan catatan amal yang bersih, sebuah kesempatan yang mungkin membutuhkan waktu lebih dari 80 tahun untuk dicapai dalam kondisi normal.

Oleh karena itu, Laylatul Qadr adalah anugerah terbesar bagi umat akhir zaman. Ini adalah mekanisme ilahi untuk memastikan bahwa umat yang memiliki usia pendek ini tetap mampu bersaing dalam hal spiritualitas dengan umat-umat terdahulu yang usianya ratusan tahun.

Mendalami Inti Ibadah di Malam Seribu Bulan

Fokus pada Khusyu' dan Kualitas

Pengejaran Laylatul Qadr tidak hanya menuntut jumlah ibadah yang banyak, tetapi yang terpenting adalah kedalaman dan kekhusyukan. Khusyu’ adalah hadirnya hati di hadapan Allah SWT, memahami apa yang dibaca, dan merasakan makna dari setiap gerakan salat. Tanpa khusyu’, ibadah bisa menjadi ritual kosong.

Untuk mencapai khusyu’ maksimal di malam-malam ini, dianjurkan untuk: memperlambat bacaan dalam salat, merenungkan Surah Al-Fatihah dan ayat-ayat yang dibaca, dan membayangkan bahwa ini mungkin adalah Laylatul Qadr terakhir yang kita temui. Kesadaran akan fana dan keterbatasan waktu akan meningkatkan intensitas ibadah.

Dzikir dan Wirid Khusus

Selain doa Al-Afu, memperbanyak dzikir umum juga penting. Setiap kalimat dzikir memiliki nilai yang fantastis pada malam ini. Dzikir yang dianjurkan meliputi:

  1. Tasbih: Subhanallah (Maha Suci Allah).
  2. Tahmid: Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah).
  3. Tahlil: La ilaha illallah (Tiada tuhan selain Allah).
  4. Takbir: Allahu Akbar (Allah Maha Besar).
  5. Shalawat: Mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW.
  6. Istighfar: Astaghfirullah (Aku memohon ampun kepada Allah).

Sangat dianjurkan pula untuk membaca dzikir yang berat timbangannya di Hari Kiamat, seperti: *Subhanallahi wa bihamdihi, subhanallahil adzim*.

Peran Wanita dalam Laylatul Qadr

Laylatul Qadr adalah rahmat yang diberikan kepada seluruh umat, termasuk wanita, meskipun mereka mungkin tidak bisa melaksanakan I’tikaf di masjid (terutama saat haid). Wanita yang sedang berhalangan tetap bisa meraih Laylatul Qadr dengan amalan-amalan berikut:

Keutamaan Laylatul Qadr dapat diraih melalui ibadah non-salat, selama hati dan niat dipenuhi ketulusan. Rahmat Allah tidak pernah membatasi diri pada ritual tertentu yang terhalang oleh kondisi alamiah.

Mengatasi Tantangan dalam Mengejar Malam Kemuliaan

Mencapai intensitas ibadah maksimal di sepuluh malam terakhir Ramadan bukanlah hal yang mudah. Godaan kemalasan (futur) dan kantuk seringkali menjadi penghalang terbesar.

1. Strategi Mengelola Energi

Untuk bisa menghidupkan malam (qiyamul lail) secara efektif, manajemen energi sangat krusial. Dianjurkan untuk mengambil tidur siang singkat (*qaylulah*) setelah Zuhur. Hindari makan berlebihan saat iftar, karena kekenyangan dapat menyebabkan kantuk dan kemalasan beribadah. Konsumsi makanan ringan namun bergizi saat sahur dan iftar akan membantu menjaga vitalitas hingga waktu Subuh.

2. Perjuangan Melawan Kantuk

Kantuk adalah ujian utama di malam hari. Untuk mengatasinya:

3. Fokus Jangka Panjang: Hasil Setelah Ramadan

Kesuksesan meraih Laylatul Qadr juga diukur dari bagaimana perilaku seseorang setelah Ramadan berakhir. Malam Kemuliaan seharusnya menjadi katalisator, bukan sekadar penutup. Jika ibadah yang dilakukan di Laylatul Qadr diterima, dampaknya harus terlihat dalam peningkatan kualitas ibadah sepanjang tahun berikutnya. Keistiqamahan setelah Ramadan adalah buah dari keberhasilan di Malam Kemuliaan.

Penutup: Janji Rahmat yang Abadi

Laylatul Qadr adalah hadiah agung dari Allah SWT, kesempatan emas yang diberikan setahun sekali untuk membersihkan diri dari dosa dan mengumpulkan pahala yang melimpah ruah. Ia adalah malam penetapan takdir, malam turunnya malaikat, dan malam di mana pintu-pintu surga dibuka lebar, sementara pintu-pintu neraka ditutup rapat.

Meskipun tanggalnya tersembunyi, perintah untuk mencarinya merupakan ujian kecintaan dan kesungguhan kita. Setiap Muslim didorong untuk berjuang maksimal di sepuluh malam terakhir, memadukan doa, I'tikaf, tilawah, dan permohonan ampunan (Al-Afu) dengan harapan yang tulus. Jika kita berhasil meraihnya, kita telah mendapatkan kebaikan yang setara dengan lebih dari 80 tahun, memastikan bahwa kita menutup bulan Ramadan dengan kemenangan spiritual yang hakiki.

Semoga Allah SWT memudahkan kita untuk meraih Laylatul Qadr, mengampuni dosa-dosa kita, dan menjadikan kita termasuk hamba-hamba-Nya yang beruntung di dunia dan akhirat. Perjuangan di malam-malam terakhir ini adalah investasi terbesar yang bisa kita lakukan untuk kehidupan abadi.

🏠 Homepage