Pembukaan sebuah surah dalam Al-Qur'an sering kali menjadi penanda penting akan isi dan pesan utamanya. Surah Al-Bayyinah, yang merupakan surah ke-98 dalam kitab suci umat Islam, memiliki permulaan yang sangat khas dan mendalam. Ia diawali dengan lafal yang tegas dan menginformasikan tentang ketetapan yang tak terhindarkan bagi mereka yang memiliki keyakinan dan perilaku tertentu.
Surah Al-Bayyinah diawali dengan lafal yang berbunyi:
لَمْ يَكُنِ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ مِنْ أَهْلِ ٱلْكِتَـٰبِ وَٱلْمُشْرِكِينَ مُنفَكِّينَ حَتَّىٰ تَأْتِيَهُمُ ٱلْبَيِّنَةُ
"Orang-orang kafir dari ahli Kitab dan orang-orang musyrik tidak akan terpisah (dari kekafiran mereka) sampai datang kepada mereka bukti yang nyata." (QS. Al-Bayyinah: 1)
Lafal "Lam yakun..." ini secara harfiah berarti "Tidak adalah..." atau "Tidak akan menjadi...". Kata kunci di sini adalah "Lam yakun" yang menegaskan sebuah penolakan atau ketidakadaan suatu keadaan sampai syarat terpenuhi. Dalam konteks ayat pertama Surah Al-Bayyinah, keadaan yang dimaksud adalah terpisahnya kaum kafir dari golongan mereka, atau berhentinya mereka dari kekafiran dan kemusyrikan.
Ayat ini secara gamblang menyatakan bahwa orang-orang kafir, baik dari kalangan ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) maupun kaum musyrik Arab, akan terus berada dalam kesesatan dan kekafiran mereka sampai datangnya "Al-Bayyinah". Kata "Al-Bayyinah" memiliki makna bukti yang jelas, terang, atau argumen yang tak terbantahkan. Dalam tafsir-tafsir klasik, Al-Bayyinah di sini diartikan sebagai kedatangan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dengan membawa Al-Qur'an, yang merupakan mukjizat paling agung dan bukti kebenaran kenabian beliau.
Permulaan Surah Al-Bayyinah dengan penegasan ini memiliki beberapa makna mendalam:
Ketika Surah Al-Bayyinah diturunkan, situasi di Jazirah Arab memang demikian. Kaum Yahudi dan Nasrani yang memiliki kitab suci sebelumnya, serta kaum musyrik yang menyembah berhala, memiliki pandangan dan keyakinan yang berbeda-beda, bahkan seringkali saling bertentangan. Namun, ketika Al-Bayyinah hadir dalam bentuk risalah kenabian Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka dihadapkan pada kebenaran tunggal yang harus mereka respons.
Bagi ahli Kitab, kedatangan Nabi Muhammad adalah penegasan akan kebenaran kitab-kitab samawi sebelumnya, sekaligus penutup rantai kenabian. Namun, banyak di antara mereka yang menolak karena kesombongan atau fanatisme. Sementara itu, bagi kaum musyrik, mereka dihadapkan pada ajaran tauhid yang murni, yang mengharuskan mereka meninggalkan tradisi nenek moyang yang penuh syirik.
Oleh karena itu, permulaan Surah Al-Bayyinah ini sangatlah strategis. Ia tidak hanya memberitakan tentang datangnya kebenaran, tetapi juga mengingatkan bahwa sebelum datangnya kebenaran tersebut, umat manusia berada dalam kondisi yang belum tercerahkan sepenuhnya. Lafal "Lam yakun..." menjadi pengingat abadi akan pentingnya Al-Bayyinah sebagai mercusuar petunjuk ilahi.
Surah Al-Bayyinah memulai perjalanannya dengan pengantar yang kuat dan fundamental. Lafal pembukanya, "Lam yakun...", menegaskan bahwa keberadaan Al-Bayyinah adalah momen krusial yang memisahkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Ia menjadi fondasi bagi seluruh isi surah yang membahas tentang keimanan, kekufuran, balasan, dan kebahagiaan abadi di akhirat. Memahami makna pembukaan surah ini berarti kita telah menangkap esensi utama dari risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu penegakan kebenaran yang terang benderang demi keselamatan umat manusia.