Surat Al Bayyinah Ayat 5: Inti Panggilan Tauhid yang Murni
Surat Al-Bayyinah, yang secara harfiah berarti "Bukti yang Nyata," adalah salah satu surat Madaniyah yang memiliki kedalaman makna luar biasa, terutama pada ayat kelima. Ayat ini seringkali menjadi titik fokus dalam diskusi mengenai hakikat keimanan yang benar dan penolakan terhadap kemusyrikan serta penyembahan selain kepada Allah SWT. Ayat kelima Surat Al-Bayyinah ini bukanlah sekadar larangan, melainkan sebuah penegasan fundamental mengenai tujuan diciptakannya manusia dan inti dari ajaran para nabi.
"Padahal mereka tidak diperintahkan, selain agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan agar mereka melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan demikian itulah agama yang lurus."
Menerangkan Inti Perintah Ibadah
Surat Al-Bayyinah ayat 5 menerangkan tentang perintah mendasar yang dibawa oleh seluruh rasul Allah SWT, yaitu untuk menyembah Allah semata. Kata kunci di sini adalah "mukhlishina lahud-dina," yang berarti mengikhlaskan ketaatan hanya kepada-Nya. Ini adalah pondasi tauhid yang paling murni. Segala bentuk peribadatan, doa, harapan, ketakutan, dan segala aspek kehidupan harus diarahkan hanya kepada Sang Pencipta. Tidak ada sekutu bagi-Nya, dan tidak ada yang berhak disembah selain Dia.
Ayat ini menegaskan bahwa tujuan utama penciptaan manusia, sebagaimana dijelaskan dalam ayat lain dalam Al-Qur'an (QS Adz-Dzariyat: 56), adalah untuk beribadah kepada Allah. Namun, ibadah yang diterima bukanlah sekadar gerakan fisik atau ucapan tanpa makna, melainkan ibadah yang dilandasi oleh keikhlasan. Keikhlasan ini mencakup pemurnian niat dari segala bentuk riya' (ingin dilihat orang lain), sum'ah (ingin didengar orang lain), dan syirik (menyekutukan Allah dengan yang lain). Segala ibadah haruslah semata-mata karena Allah, tanpa mengharap pujian dari makhluk atau takut kepada selain-Nya.
Konsep "Hanif" dan Penolakan Syirik
Frasa "hunafaa'" (bentuk jamak dari hanif) dalam ayat ini juga sangat penting. Secara etimologis, "hanif" berarti condong atau berpaling dari kesesatan kepada kebenaran. Dalam konteks tauhid, ini berarti seseorang yang secara teguh berpaling dari segala bentuk kemusyrikan, takhayul, dan penyembahan berhala, lalu mengarahkan seluruh perhatian dan ketaatannya hanya kepada Allah. Ini adalah sikap mental dan spiritual yang teguh, tidak plin-plan, dan senantiasa berada di atas fitrahnya sebagai hamba Allah.
Ayat ini secara implisit menolak segala bentuk praktik keagamaan yang menyimpang dari ajaran tauhid murni. Peringatan keras terhadap kaum musyrik, ahli kitab yang menyimpang, dan para penyembah berhala dalam surat Al-Bayyinah secara keseluruhan diperkuat oleh penegasan pada ayat kelima ini. Manusia diperintahkan untuk tidak mengikuti jejak mereka yang menyimpang, melainkan untuk tetap berada di jalan yang lurus dan benar, yaitu jalan agama yang telah ditetapkan oleh Allah.
Ibadah Pokok: Shalat dan Zakat
Selanjutnya, ayat ini secara spesifik menyebutkan dua pilar ibadah praktis yang sangat ditekankan dalam Islam: mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Shalat adalah ibadah fisik dan spiritual yang menghubungkan langsung antara hamba dengan Tuhannya, menegakkan hubungan vertikal. Zakat adalah ibadah sosial yang mencerminkan kepedulian terhadap sesama dan menegakkan keseimbangan ekonomi serta hubungan horizontal. Kedua ibadah ini merupakan manifestasi nyata dari keikhlasan dan ketaatan kepada Allah.
Mendirikan shalat bukan hanya sekadar rukun Islam, tetapi juga menjadi sarana untuk terus mengingat Allah, membersihkan diri dari dosa, dan mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar. Menunaikan zakat, di sisi lain, adalah bukti bahwa harta yang dimiliki adalah titipan Allah, dan sebagian darinya wajib disalurkan kepada yang berhak menerimanya, sehingga harta menjadi berkah dan masyarakat terhindar dari kesenjangan yang ekstrem.
Agama yang Lurus (Ad-Dinul Qayyimah)
Penutup ayat ini, "wa dhalika dinul qayyimah," menyimpulkan bahwa ajaran yang berlandaskan tauhid murni, disertai dengan keikhlasan dalam ibadah, serta pelaksanaan shalat dan zakat, adalah "agama yang lurus." Kata "qayyimah" berarti tegak, lurus, kokoh, dan tidak menyimpang. Ini menunjukkan bahwa ajaran Islam adalah agama yang sempurna, logis, adil, dan membawa kemaslahatan dunia akhirat.
Dengan demikian, Surat Al-Bayyinah ayat 5 menerangkan tentang inti dari seluruh ajaran para nabi dan rasul, yaitu panggilan untuk mengesakan Allah, membersihkan ibadah hanya kepada-Nya, menjauhi segala bentuk syirik, dan mewujudkan keimanan melalui ibadah pokok seperti shalat dan zakat. Ini adalah peta jalan spiritual yang jelas menuju kebahagiaan sejati dan keridhaan Ilahi.