Panduan Mendalam tentang Tafsir, Fiqih, dan Keutamaan Qisar Al-Mufassal
Ilustrasi Kitab Suci Al-Qur'an dan dzikir
Solat adalah tiang agama dan ibadah terpenting bagi seorang Muslim. Setiap gerakan dan bacaan di dalamnya telah diatur secara rinci, memastikan kesempurnaan ibadah. Di antara rukun-rukun solat, membaca surah Al-Fatihah adalah rukun wajib yang tidak boleh ditinggalkan. Namun, terdapat bacaan sunnah muakkadah (sangat dianjurkan) yang menyempurnakan kekhusyukan dan pahala solat, yaitu membaca surah lain setelah Al-Fatihah pada dua rakaat pertama.
Surah-surah yang paling sering digunakan, terutama dalam solat-solat wajib lima waktu atau solat sunnah yang dilakukan sendirian, adalah surah-surah pendek yang dikenal sebagai Qisar Al-Mufassal. Kelompok surah ini umumnya dimulai dari Surah Qaaf (atau terkadang Surah Adh-Dhuha, tergantung pendapat ulama) hingga Surah An-Nas. Panjangnya yang relatif singkat memudahkan umat Muslim untuk menghafal, mengulang, dan yang terpenting, mentadabburi (menghayati) maknanya selama berdiri dalam solat.
Artikel ini bertujuan mengupas tuntas beberapa surat pendek paling populer yang menjadi pilihan utama untuk solat. Pembahasan tidak hanya mencakup teks dan terjemahan, tetapi juga tafsir mendalam (agar bacaan tidak sekadar lafadz), serta keutamaan dan hukum-hukum fikih terkait penggunaannya dalam ibadah.
Seluruh ulama sepakat bahwa membaca surah atau beberapa ayat Al-Qur'an setelah Al-Fatihah pada rakaat pertama dan kedua adalah sunnah. Hukum ini berlaku bagi imam, makmum (jika solat sirriyyah/pelan), maupun orang yang solat sendirian (munfarid).
Meskipun diperbolehkan membaca surah panjang, Rasulullah ﷺ sering membaca surah-surah dari bagian akhir Al-Qur'an, yang dikenal dengan Al-Mufassal. Surah-surah pendek memiliki keunggulan praktis dan spiritual:
Secara umum, dalam satu solat (misalnya solat Maghrib), ada beberapa aturan yang disarankan terkait urutan pembacaan:
Surah Al-Ikhlas (Keikhlasan) sering disebut sebagai sepertiga Al-Qur'an karena kandungannya yang murni membahas inti dari seluruh risalah kenabian: Tauhid (Keesaan Allah).
Terjemah Ringkas: Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”
Asbabun Nuzul: Diriwayatkan bahwa kaum Musyrikin atau Yahudi bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Sebutkan kepada kami silsilah Tuhanmu!” Pertanyaan ini muncul karena keyakinan mereka tentang adanya anak, pasangan, atau asal-usul Tuhan. Maka, turunlah surah ini sebagai jawaban tegas dan definitif terhadap hakikat ketuhanan.
Kata Ahad (Esa) menunjukkan keunikan mutlak yang tidak dapat dibagi. Berbeda dengan kata Wahid yang bisa digunakan untuk menunjukkan satu dari banyak jenis, Ahad hanya digunakan untuk Allah, menunjukkan bahwa Dia adalah satu-satunya entitas yang memiliki sifat Ketuhanan secara sempurna, tanpa ada yang menyamai atau berbagi dalam hakikat-Nya.
Ash-Shamad adalah inti dari sifat ketergantungan. Maknanya sangat luas dan mencakup dua aspek utama:
Ayat ini mengajarkan bahwa jika kita bergantung pada selain Allah, kita bergantung pada sesuatu yang pada dasarnya juga membutuhkan pertolongan (tidak Shamad).
Ini adalah penolakan terhadap konsep keturunan dalam Ketuhanan. Frasa Lam Yalid (Tidak beranak) menafikan bahwa Allah memiliki keturunan, seperti yang diklaim oleh sebagian agama terhadap nabi atau makhluk suci mereka. Frasa Wa Lam Yuulad (Tidak diperanakkan) menafikan bahwa Allah memiliki asal-usul atau diciptakan oleh entitas lain. Allah adalah Al-Awwal (Yang Awal, tanpa permulaan) dan Al-Akhir (Yang Akhir, tanpa akhir).
Kufuwan berarti setara, sebanding, atau tandingan. Ayat penutup ini menyimpulkan bahwa tidak ada satu pun makhluk, konsep, atau kekuatan yang dapat menyamai atau setara dengan Allah, baik dalam Dzat-Nya, Sifat-Nya, maupun Perbuatan-Nya. Ini menutup celah bagi segala bentuk syirik (penyekutuan).
Rasulullah ﷺ bersabda bahwa Surah Al-Ikhlas setara dengan sepertiga Al-Qur'an. Hal ini bukan berarti pahala membacanya sama dengan sepertiga seluruh kitab, melainkan karena ia mengandung sepertiga dari tema utama Al-Qur'an, yaitu Tauhid (dua tema lainnya adalah hukum dan kisah/peringatan). Membaca surah ini dengan penghayatan dalam solat adalah pengakuan tauhid yang paling agung.
Surah Al-Falaq (Waktu Subuh) dan Surah An-Nas (Manusia) dikenal sebagai Al-Mu'awwidzatain, yang berarti ‘Dua Surah Permohonan Perlindungan’. Kedua surah ini adalah praktik nyata dari Tauhid (yang diajarkan Al-Ikhlas), di mana seorang hamba hanya meminta perlindungan total kepada Allah dari segala jenis kejahatan yang terlihat maupun yang tersembunyi.
Terjemah Ringkas: Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh (falaq), dari kejahatan (makhluk) yang Dia ciptakan, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita penyihir yang menghembus pada buhul-buhul (tali), dan dari kejahatan orang yang dengki apabila dia mendengki.”
Terjemah Ringkas: Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhannya manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan bisikan (syaitan) yang bersembunyi (al-khannas), yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari golongan jin dan manusia.”
Kedua surah ini saling melengkapi, mencakup semua sumber bahaya yang mungkin dihadapi manusia, baik fisik maupun spiritual.
“مِن شَرِّ مَا خَلَقَ” (Dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan). Ini adalah permohonan perlindungan yang sangat umum, mencakup segala sesuatu yang dapat menimbulkan bahaya: binatang buas, bencana alam, penyakit, hingga kejahatan manusia yang tidak spesifik.
“وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ” (Dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita). Malam adalah waktu di mana kejahatan seringkali dimulai dan bersembunyi. Makhluk-makhluk malam (serangga, predator, jin) lebih aktif, dan nafsu kejahatan manusia cenderung muncul dalam kegelapan. Ayat ini menekankan perlindungan saat momen-momen kritis seperti pergantian waktu dari terang ke gelap.
“وَمِن شَرِّ ٱلنَّفَّٰثَٰتِ فِى ٱلْعُقَدِ” (Dari kejahatan wanita-wanita penyihir yang menghembus pada buhul-buhul). Ini secara spesifik merujuk pada praktik sihir. Ayat ini adalah bukti nyata adanya sihir dan bahayanya, serta mengajarkan bahwa satu-satunya penangkal adalah berlindung kepada Allah, bukan kepada dukun atau jimat.
“وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ” (Dari kejahatan orang yang dengki apabila dia mendengki). Hasad (kedengkian) adalah penyakit hati yang dapat merusak diri sendiri dan orang lain. Kedengkian bisa termanifestasi sebagai ‘ain (pandangan mata jahat) atau sebagai tindakan jahat yang didorong oleh rasa iri. Ini adalah kejahatan moral yang spesifik.
Berbeda dengan Al-Falaq yang fokus pada bahaya eksternal, An-Nas fokus pada bahaya internal dan spiritual. An-Nas mengajarkan kita untuk berlindung kepada Allah dengan menyebut tiga sifat utama-Nya:
Surah ini kemudian menyebut musuh utama, Al-Waswas Al-Khannas. Al-Waswas adalah pembisik kejahatan, sedangkan Al-Khannas adalah yang bersembunyi ketika hamba mengingat Allah. Ini menunjukkan betapa liciknya syaitan yang bekerja melalui bisikan di dalam dada (shudur). Perlindungan dari bisikan ini sangat vital karena bisikan adalah pemicu segala dosa dan penyimpangan.
Dua surah ini memiliki keutamaan luar biasa sebagai Ruqyah (penjagaan). Rasulullah ﷺ sangat sering membacanya, terutama sebelum tidur, dan setelah setiap solat fardhu. Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menyatakan bahwa seorang hamba tidak mungkin dapat menjaga dirinya secara sempurna kecuali dengan membaca dua surah ini. Membacanya dalam solat (khususnya solat Subuh dan Maghrib) adalah benteng dari segala mara bahaya hari itu.
Al-Kautsar adalah surah terpendek dalam Al-Qur'an, hanya terdiri dari tiga ayat, namun memiliki makna yang dalam, memberikan penghiburan, janji karunia abadi, dan perintah ibadah bagi Nabi Muhammad ﷺ dalam menghadapi musuh-musuhnya.
Terjemah Ringkas: Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) Al-Kautsar. Maka laksanakanlah solat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri). Sungguh, orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).
Asbabun Nuzul: Surah ini turun di Mekah, pada masa-masa sulit dakwah. Ketika putra Rasulullah ﷺ (Qasim, Abdullah, atau Ibrahim) meninggal, kaum kafir Quraisy, khususnya Al-’Ash bin Wa’il, menghina Nabi dengan sebutan Al-Abtar (orang yang terputus keturunannya atau terputus dari kebaikan). Surah ini turun sebagai penegasan dari Allah bahwa justru musuh-musuh Nabi-lah yang akan terputus.
Al-Kautsar secara bahasa berarti kebaikan yang banyak dan melimpah. Para ulama tafsir menjelaskan maknanya mencakup:
Intinya, ayat ini adalah janji karunia abadi dan tak terhingga yang diberikan Allah kepada Rasulullah ﷺ sebagai penghibur atas kehilangan dan penghinaan yang beliau terima.
Setelah menerima karunia besar (Al-Kautsar), Allah memerintahkan dua bentuk ibadah tertinggi sebagai rasa syukur: solat dan kurban.
Ayat ini mengajarkan bahwa balasan atas nikmat adalah ibadah yang murni dan pengorbanan harta yang ikhlas.
Ayat ini adalah penutup yang menenangkan. Shaani’ak berarti orang yang membencimu. Al-Abtar adalah orang yang terputus. Allah menjamin bahwa orang yang menghina dan membenci Nabi-lah yang akan terputus dari segala kebaikan dunia dan akhirat. Sejarah membuktikan, nama dan ajaran Rasulullah ﷺ tetap abadi hingga kini, sementara nama-nama para pembenci beliau hilang ditelan zaman.
Membaca Al-Kautsar dalam solat memberikan energi syukur dan keyakinan bahwa segala karunia datang dari Allah, dan bahwa ibadah adalah jawaban terbaik atas kesulitan hidup.
Surah An-Nasr (Pertolongan) adalah salah satu surah Madaniyyah terakhir yang diturunkan. Surah ini memberikan isyarat jelas mengenai akhir masa kenabian dan memberikan instruksi terakhir bagi umat beriman: mempersiapkan diri menuju akhirat dengan bertasbih dan beristighfar.
Terjemah Ringkas: Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan engkau lihat manusia berbondong-bondong masuk agama Allah, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima Tobat.
Asbabun Nuzul: Surah ini turun setelah Perjanjian Hudaibiyah, memprediksi peristiwa Fathul Makkah (Penaklukan Mekah) yang terjadi pada tahun ke-8 Hijriah. Kemenangan ini adalah puncak dari perjuangan panjang Rasulullah ﷺ.
“إِذَا جَآءَ نَصْرُ ٱللَّهِ وَٱلْفَتْحُ” (Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan). Kemenangan (Al-Fath) yang dimaksud adalah Fathul Makkah, di mana Kakbah dibebaskan dari penyembahan berhala. Setelah kemenangan ini, keraguan bangsa Arab tentang kebenaran Islam hilang, sehingga mereka masuk Islam “أَفْوَاجًا” (berbondong-bondong). Ini adalah penanda bahwa misi utama kenabian telah selesai.
Jika misi dunia telah selesai dan kemenangan telah diraih, lantas apa yang harus dilakukan? Allah memberikan perintah yang mengejutkan:
Tasbih dan Istighfar adalah kunci penutup kehidupan yang baik. Nabi Muhammad ﷺ sendiri, setelah turunnya surah ini, sangat sering membaca: "Subhanakallahumma wa bihamdika, Allahummaghfirli" (Maha Suci Engkau ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, ya Allah ampunilah aku) dalam solatnya.
Membaca An-Nasr dalam solat mengingatkan kita bahwa puncak pencapaian duniawi seharusnya mengantar kita pada kesadaran bahwa hidup ini sementara, dan tugas kita adalah senantiasa bertaubat, meskipun kita telah mencapai kejayaan.
Surah Al-Ashr (Masa/Waktu) adalah surah yang sangat ringkas namun padat makna. Imam Syafi'i pernah menyatakan, "Seandainya Allah tidak menurunkan surah selain Surah Al-Ashr ini, niscaya cukuplah surah ini sebagai hujjah bagi manusia." Pernyataan ini menunjukkan betapa esensialnya kandungan surah ini sebagai panduan hidup.
Terjemah Ringkas: Demi masa (waktu). Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.
Allah bersumpah demi waktu, yang merupakan modal utama manusia dan akan terbuang sia-sia jika tidak digunakan untuk kebaikan. Surah ini menjelaskan bahwa kerugian adalah keadaan standar manusia, kecuali mereka yang memenuhi empat kriteria:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ (Orang-orang yang beriman). Ini adalah fondasi. Iman mencakup keyakinan yang benar terhadap Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhir, dan qada/qadar. Iman yang sahih adalah syarat mutlak diterimanya amal perbuatan.
وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ (Dan mengerjakan kebajikan). Iman harus diikuti dengan tindakan nyata. Amal saleh adalah segala perbuatan yang sesuai dengan syariat Islam, baik yang wajib (solat, puasa) maupun yang sunnah atau muamalah yang baik. Tanpa amal, iman menjadi kering; tanpa iman, amal menjadi sia-sia.
Dua pilar pertama (Iman dan Amal Saleh) adalah kewajiban pribadi seorang Muslim untuk menyelamatkan dirinya sendiri. Dua pilar berikutnya berkaitan dengan kewajiban sosial dan dakwah:
وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلْحَقِّ (Saling menasihati untuk kebenaran). Kebenaran (Al-Haqq) adalah segala sesuatu yang berasal dari Allah (Al-Qur'an dan Sunnah). Komunitas yang selamat adalah komunitas yang tidak hanya berbuat baik sendiri, tetapi juga aktif menyeru orang lain kepada kebenaran, termasuk amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran).
وَتَوَاصَوْا۟ بِٱلصَّبْرِ (Dan saling menasihati untuk kesabaran). Kesabaran diperlukan dalam menjalankan tiga pilar sebelumnya. Seseorang butuh sabar dalam melaksanakan ketaatan (sabar 'alal tha'ah), sabar dalam menjauhi kemaksiatan (sabar 'anil ma'ashy), dan sabar dalam menghadapi musibah (sabar 'alal bala'). Menasihati orang lain untuk sabar adalah tanda kepedulian tertinggi.
Al-Ashr, meskipun pendek, merupakan ringkasan sempurna dari manhaj (metode) kehidupan seorang Muslim yang ingin meraih keberuntungan abadi. Ketika dibaca dalam solat, surah ini memberikan momentum refleksi mengenai bagaimana waktu kita telah dihabiskan.
Tujuan utama memilih surah pendek dalam solat bukan hanya karena mudah dihafal, tetapi karena surah pendek memfasilitasi khusyuk. Khusyuk lahir dari pemahaman. Berikut adalah panduan praktis untuk mentadabburi surah pendek yang telah dibahas saat solat:
Ketika membaca Al-Ikhlas, fokuskan pikiran bahwa Anda sedang berdialog langsung dengan Allah, menjelaskan hakikat keesaan-Nya. Reka ulang kembali alasan mengapa surah ini diturunkan (menjawab pertanyaan kaum musyrikin). Setiap ayat adalah penolakan terhadap keyakinan yang salah. Saat melafadzkan, rasakan kemutlakan sifat Ash-Shamad—Anda sedang berdiri di hadapan Dzat yang sama sekali tidak membutuhkan apa pun, sementara Anda membutuhkan segalanya.
Saat membaca Al-Falaq dan An-Nas, jangan hanya melafadzkan, tetapi hadirkan niat perlindungan seolah Anda sedang diserang bahaya. Bayangkan bisikan syaitan yang menyerang dada Anda. Ketika mengucapkan, "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh," hadirkan rasa aman bahwa tidak ada satu pun kejahatan (sihir, dengki, kegelapan) yang dapat menembus benteng perlindungan Allah. Ini adalah praktek ruqyah harian dalam solat Anda.
Ketika membaca sumpah Allah demi masa (Al-Ashr), evaluasi waktu yang telah berlalu. Sadari bahwa Anda sedang berdiri di hadapan Allah dalam sebuah "perdagangan" untuk mencari keuntungan akhirat. Pastikan bahwa Anda bukan termasuk golongan yang rugi, dan teguhkan niat untuk memenuhi empat pilar keselamatan (Iman, Amal Saleh, Nasihat Kebenaran, Nasihat Kesabaran).
Meskipun semua surah pendek baik dibaca, ada beberapa praktik yang disunnahkan Rasulullah ﷺ yang dapat kita tiru dalam solat wajib dan sunnah:
Dalam solat fardhu, Rasulullah ﷺ terkadang memanjangkan bacaan dan terkadang memendekkannya, disesuaikan dengan situasi jamaah. Namun, umumnya beliau memilih surah-surah dari Al-Mufassal:
Dianjurkan menggunakan surah terpendek yang mengandung makna paling fundamental, seperti:
Penggunaan Al-Kafirun (menegaskan pemutusan hubungan dengan kekafiran) dan Al-Ikhlas (menegaskan keesaan Allah) dalam solat sunnah menandakan pentingnya penegasan tauhid di awal dan akhir ibadah harian kita.
Tidak sahnya solat bukan hanya ditentukan oleh surah apa yang dibaca, tetapi bagaimana surah tersebut dibaca. Kesalahan fatal dalam solat yang wajib diperhatikan dalam pembacaan surah pendek meliputi:
Oleh karena itu, surah pendek yang sudah dikuasai tajwidnya lebih utama dibaca daripada surah panjang yang masih meragukan kebenarannya.
Fenomena mengulang-ulang surah pendek, seperti Al-Ikhlas, dalam setiap solat sunnah (seperti Ba'diyah Isya, Qabliyah Subuh, atau Dhuha) adalah praktik yang dianjurkan. Selain mengikuti sunnah Nabi (khususnya untuk Qabliyah Subuh dan Witir), pengulangan ini berfungsi sebagai penguatan ideologi tauhid dalam jiwa. Setiap kali seseorang mengakhiri solatnya dengan Al-Ikhlas, ia telah menegaskan kembali komitmennya terhadap Keesaan Allah.
Pengulangan ini juga membantu dalam memastikan kualitas bacaan. Dengan sering mengulang, kefasihan dan ketepatan makhraj huruf akan terjaga, sehingga meningkatkan kualitas rukun qauliyah (bacaan) dalam solat. Keutamaan surah-surah ini yang begitu besar, seolah-olah Allah memberikan kemudahan bagi umat-Nya: pahala yang besar (seperti sepertiga Al-Qur'an) diimbangi dengan keringanan bacaan (hanya beberapa ayat).
Dengan demikian, surat-surat pendek ini bukan sekadar pilihan praktis untuk menghemat waktu, tetapi merupakan inti dari ajaran spiritual dan teologis Islam. Setiap Muslim didorong untuk tidak hanya menghafalnya tetapi menjadikannya sebagai landasan perenungan dan komunikasi harian dengan Sang Pencipta dalam setiap gerakan solat yang dilakukan.
Penerapan tadabbur secara konsisten akan mengubah solat dari sekadar rutinitas fisik menjadi pertemuan spiritual yang mendalam. Ketika seseorang memahami bahwa ia sedang meminta perlindungan dari syaitan (An-Nas) atau sedang bersumpah demi keesaan Allah (Al-Ikhlas), kekhusyukan akan meningkat, dan solat benar-benar menjadi pencegah dari perbuatan keji dan mungkar, sebagaimana firman Allah. Kesempurnaan solat sangat bergantung pada sejauh mana hati dan pikiran kita hadir dalam setiap lafadz yang kita ucapkan, dan surah-surah pendek ini adalah alat paling efektif untuk mewujudkan kehadiran spiritual tersebut.