Dalam lembaran-lembaran suci Al-Qur'an, terkandung petunjuk, hikmah, dan pencerahan bagi seluruh umat manusia. Salah satu surah yang sarat makna adalah Surah Al-Bayyinah, yang berarti "Bukti yang Nyata". Surah ini turun untuk menegaskan kebenaran risalah Islam dan menolak keraguan dari kalangan ahli kitab serta orang-orang musyrik. Ayat-ayatnya secara gamblang membedakan antara orang yang beriman dan beramal saleh dengan mereka yang tetap dalam kekufuran dan kesesatan.
Mari kita fokus pada ayat kedua dari Surah Al-Bayyinah, yang merupakan inti dari penegasan kebenaran risalah ini. Ayat ini tidak hanya menyebutkan keberadaan sebuah kitab suci dari Allah, tetapi juga menjelaskan sifat dan isi dari kitab tersebut, serta siapa yang membawanya. Memahami ayat ini secara mendalam akan memberikan kita gambaran yang lebih jelas tentang fondasi keimanan dan tujuan diturunkannya wahyu ilahi.
Ayat yang ringkas namun padat makna ini mengungkapkan beberapa poin fundamental. Pertama, ia menegaskan bahwa ada seorang "Rasul dari Allah". Ini menekankan bahwa risalah yang dibawa bukanlah berasal dari rekaan manusia atau sekadar ajaran biasa, melainkan datang langsung dari Sang Pencipta alam semesta. Keberadaan rasul adalah bukti nyata bahwa Allah tidak membiarkan hamba-Nya dalam kebingungan, melainkan mengutus perwakilan-Nya untuk menyampaikan petunjuk-Nya.
Kedua, Rasul tersebut "membacakan (ayat-ayat)". Frasa "yatlu" (يَتْلُو) menyiratkan proses pembacaan yang berkesinambungan, mengajarkan, dan menyampaikan. Ini menunjukkan bahwa wahyu yang diterima oleh rasul tidak hanya disimpan, tetapi juga aktif diperdengarkan, diajarkan, dan disebarluaskan kepada umat manusia. Pembacaan ini adalah sarana utama bagi manusia untuk mengetahui firman Allah, memahami kehendak-Nya, dan mengikuti tuntunan-Nya.
Ketiga, yang dibacakan adalah "ṣuḥufan muṭahharah" (صُحُفًا مُطَهَّرَةً), yaitu "kitab yang disucikan". Kata "ṣuḥuf" adalah bentuk jamak dari "ṣaḥīfah", yang secara harfiah berarti lembaran atau kitab. Penggunaan bentuk jamak ini sering diinterpretasikan merujuk pada wahyu-wahyu yang diterima oleh Rasulullah Muhammad SAW, yang kemudian dikumpulkan menjadi Al-Qur'an. Kata "muṭahharah" (disucikan) memiliki makna yang sangat mendalam. Ia menunjukkan bahwa kitab-kitab ini terbebas dari segala bentuk kepalsuan, kekeliruan, keraguan, atau bahkan campur tangan makhluk. Kesucian ini menyiratkan kemurnian ajaran yang terkandung di dalamnya, yang berasal langsung dari sumber yang murni dan tanpa cela, yaitu Allah SWT. Kitab yang disucikan ini bebas dari kebatilan dan merupakan sumber kebenaran hakiki.
Ayat kedua Surah Al-Bayyinah ini menjadi fondasi penting dalam memahami ajaran Islam. Ia menegaskan keabsahan risalah Nabi Muhammad SAW. Dengan menyebut "Rasul dari Allah", Al-Qur'an memberikan otoritas ilahi pada ajaran yang dibawanya. Ini berarti, menolak ajaran Rasulullah sama dengan menolak ajaran Allah.
Penegasan bahwa Rasul membacakan "kitab yang disucikan" juga memberikan jaminan atas kebenaran dan kemurnian Al-Qur'an serta wahyu-wahyu sebelumnya yang juga bersumber dari Allah. Al-Qur'an adalah kitab suci yang dijaga keasliannya oleh Allah SWT dari segala bentuk pemalsuan dan perubahan. Kesucian ini juga menyiratkan bahwa ajaran di dalamnya murni untuk kebaikan dan keselamatan manusia, terbebas dari unsur-unsur yang merusak akal sehat dan fitrah manusia.
Bagi umat Islam, ayat ini menjadi seruan untuk senantiasa merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai sumber utama ajaran agama. Kesucian kitab dan risalah yang dibawa oleh Rasulullah menuntut adanya sikap penghormatan, ketaatan, dan penerapan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari. Ia mengajak kita untuk berlomba-lomba dalam memahami, menghafal, membaca, dan mengamalkan isi Al-Qur'an.
Lebih lanjut, frasa "kitab yang disucikan" juga dapat merujuk pada Al-Qur'an sebagai mukjizat abadi yang keotentikannya terjaga. Ia mengandung hukum, moralitas, kisah-kisah hikmah, dan ilmu pengetahuan yang relevan sepanjang masa. Dengan membacakan kitab yang disucikan ini, Rasulullah SAW telah membuka pintu pengetahuan dan hidayah bagi seluruh umat manusia, membawa mereka dari kegelapan menuju cahaya kebenaran.
Oleh karena itu, setiap Muslim diajak untuk merenungkan ayat ini secara terus-menerus. Membaca, mempelajari, dan mengamalkan ajaran yang terkandung dalam Al-Qur'an adalah bentuk respons kita terhadap anugerah besar berupa kitab yang suci dan Rasul yang diutus oleh Allah. Keberadaan Rasul yang membacakan kitab suci ini adalah bukti kasih sayang Allah yang tiada tara, memberikan kesempatan bagi kita untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat.